Faktor
Keuangan dan Non-Keuangan yang Mempengaruhi Peringkat Sukuk (Obligasi Syariah)
Pasar modal merupakan salah satu sarana yang paling
popular untuk berinvestasi. Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar untuk
berbagi instrumen keuangan atau surat berharga jangka panjang yang dapat
diperjualbelikan (Purnamawati, 2013). Ditinjau dari perspektif syariah, pasar
modal adalah sarana untuk bermuamalah, sehingga pasar modal syariah merupakan
pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dimana kegiatan
transaksinya terbebas dari hal-hal yang dilarang seperti riba (bunga), gharar,
perjudian, spekulasi dan lain sebagainya. Instrumen investasi di pasar modal
syariah Indonesia dapat kita temukan di reksadana syariah, saham
syariah,obligasi syariah, dan lain sebagainya. Obligasi syariah berbeda dengan
obligasi konvesional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah
riba, maka instrumen-instrumen investasi yang mengandung bunga merupakan
investasi non halal. Sehingga dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi
syariah. Obligasi syariah dalam dunia internasional dikenal dengan sukuk. Sukuk
merupakan istilah baru yang dikenal sebagai pengganti dari istilah obligasi
syariah (Islamics Bonds). Sukuk
secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata “sakk” dalam bahasa Arab
yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sukuk berarti surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syariah (sukuk), yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee,
serta membayarkembali dana obligasi pada saat jatuh tempo (Fatwa DSN MUI No
33/DSN-MUI/IX/2002). Sukuk bukanlah surat utang seperti obligasi konvensional,
melainkan sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas surat asset berwujud
atau hak manfaat yang menjadi underlying
asset nya. Jadi akadnya bukan akad utang-piutang melainkan investasi.
Bagi Investor,
informasi keuangan perusahaan sangatlah penting dalam hal pengambilan
keputusan, sehingga informasi keuangan perusahaan yang berkualitas menjadi
laporan pertanggung jawaban atas pengelolaan dana yang ditanamkan. Seperti
dalam obligasi konvensional, sukuk juga dilakukan pemeringkatan sukuk.
Informasi peringkat sukuk bertujuan untuk menilai kualitas kredit dan kinerja
sebuah perusahaan . Namun pemeringkatan sukuk masih jarang dilakukan di
Indonesia. Peringkat sukuk merupakan indikator ketepatwaktuan pembayaran pokok
utang dan bagi hasil obligasi syariah, yang mencerminkan skala risiko dari
semua obligasi syariah yang diperdagangan. Rating
yang diberikan akan menyatakan apakah obligasi berada pada tingkat investment grade (AAA, AA, A, BBB) atau non investment grade (BB, B, CCC, D).
Semakin banyak sukuk di beri pemeringkatan, maka semakin kuat instansi keuangan
syariah di Indonesia. Penulis berkesimpulan bahwa faktor keuangan yang dapat
mempengaruhi peringkat sukuk adalah likuiditas. Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek yang dimiliki. Jadi semakin tinggi rasio
likuiditas ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Jadi, perubahan kenaikan maupun penurunan
likuiditas akan berpengaruh terhadap peringkat sukuk. Kedua, Profitabilitas,
semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin rendah risiko
ketidakmampuan membayar (default), sehingga semakin baik peringkat yang
diberikan terhadap perusahaan tersebut. Hasil penelitian Afiani (2013),
menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel profitabilitas terhadap peringkat
sukuk. Jadi, perubahan kenaikan maupun penurunan profitabilitas akan
berpengaruh terhadap peringkat sukuk. Sedangkan faktor non keuangannya adalah
Jaminan, jika jaminan yang didapat besar, maka asemakin besar pula peringkat
sukuk yang didapat.
Sumber:
Afiani, 2012. Pengaruh Likuiditas,
Produktivitas, Profitabilitas, dan Leverage terhadap Peringkat Sukuk (Studi
Empiris pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Periode 2008-2010).
Universitas Negeri Semarang.
Komentar
Posting Komentar